METODOLOGI STUDY ISLAM
PENDEKATAN
SOSIOLOGIS
(Salah Satu Alat untuk Memahami
Agama )
Makalah ini diajukan sebagai syarat
untuk memenuhi tugas mandiri
Dosen pengampu:
Dra. Siti Nurjanah, M. Ag.
Nama :
Dewi Septiana
Kelas : C
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
TAHUN 2012/2013
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabil’alamin
Puji
syukur saya ucapkan kepada allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan hidayahnya
lah saya dapat meneyelesaikan makalah yang berjudul” Pendekatan Sosiologi(Sebagai
Alat Memahami)” ini dengan baik tanpa suatu halangan apapun.
Shalawat
dan salam saya ucapkan kepada rasulullah SAW, karena beliaulah yang telah
membawa kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang terang-benderang seperti saat
ini,dan insyaallah beliaulah yang kita nantikan syafa’atnya besok diyaumul
qiyamah.amin.
Saya
mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra. Siti nurjanah, M. Ag. dan kepada
rekan-rekan yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.saya menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini,maka dari itu,kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan sangat saya
harapkan selanjutnya.semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Metro,
November 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL.............................................................................................. i
KATA
PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR
ISI......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.
LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
B.
RUMUSAN MASALAH............................................................................... 6
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................ 6
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................... 7
A.
PENGERTIAN PENDEKATAN SOSIOLOGI......................................... 7
B. PRINSIP-PRINSIP
SOSIAL...................................................................... 10
C. TUJUAN PENDEKATAN SOSIOLOGI................................................... 12
C. TUJUAN PENDEKATAN SOSIOLOGI................................................... 12
D.
PERKEMBANGAN HISTORIS PENDEKATAN SOSIOLOGIS......... 15
E.
KARAKTERISTIK PENDEKATAN SOSIOLOGIS............................... 17
BAB
III KESIMPULAN..................................................................................... 21
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................... 22
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa
ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar
menjadi lambang kasalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah,
melainkan secara konseptual menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam
memecahkan masalah.Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab
manakala pemahaman logis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang
menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan
jawaban terhadap masalah yang timbul.agama diharapakn mampu menjawab
permasalahan yang terjadi dengan cara yang paling efektif dansapat diterima
oleh berbagai kalangan dan bidang.agama juga diharapakn mampu menimbang masalah
yang terjadi dari berbagai sudut dengan kebijakan dan kearifan yang akan membawa
masyarakat kedalam jalan kedamaian agar tidak terjadi konflik antar golongan
social,antar etnis,dan antar ras. Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan
untuk memahami agama yang meliputi
pendekatan teologis normatif, astronomis, sosiologis, psikologis, historis,
kebudayaan dan pendekatan filosofis. Hal ini perlu dilakukan karena melalui
pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh
penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, maka
tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional
dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kedapa selain agama, dan hal
ini tidak boleh terjadi.
Kehadiran
agama islam yang dibawa yang dibawa Nabi Muhamad Saw. Diyakini dapat menjamin
terwjudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya
terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi
hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Petunjuk
agama mengenai berbagai kehidupan manusia,sebagaimana terdapat dalam sumber
ajarannya,Alquran dan hadis,tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan
kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akalpikiran melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material
dan spritual, senantiasa mengembankan kepedulian sosial,menghargai
waktu,bersikap terbuka,demokratis,berorientasi pada
kwalitas,egaliter,kemitraan,anti-feodalistik,mencintai kebersihan,mengutamakan
persaudaraan,berahlak mulia,dan sikap-sikap positif lainnya.
Sejalan dengan pernyataan tersebut,
Fazlur Rahman sampai pada satu tesis bahwa secara ekspilit dasar ajaran Alquran
asalah moral yang memancarkan titik berat nya pada monoteisme dan keadilan sosial.
Tesis ini dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang ibadah yang penuh dengan
muatan peningkatan keimanan, Ketakwaan yang diwujudkan dalam akhlak yang
mulia.Hubungan keimanan dan ketakwaan dengan ahlak mulia begitu erat. Selanjutnya hasil penelitian yang
dilakukan Jalaludin Rahmat terhadap Alquran menyimpulkan empat hal yang
bertemakan tentang kepeduliannya terhadap masalah sosial terhadap. Pertama,
dalam Alquran dan kitab-kitab hadis,proporsi terbesar ditunjukan pada urusan
sosial.Kedua,dalam pernyataan bila urusan ibadah bersama waktuknya dengan
urusan muamalah yang penting maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (
tentu bukan ditinggalkan). Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi
kemasyarakatan diberi ganjaranan lebih
besar dari pada ibadah yang bersifat perseorangan. Keempat, bila urusan ibadah
dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka
kafarat-nya ( tebusannya ) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
masalah sosial.
Gambaran ajaran islam yang demikian
ideal itu pernah dibuktikan dalam sejarah dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh
umat manusia didunia.Namun, kenyataan islam sekarang menampilkan keadaan yang
jauh dari cita ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan umat islam seperti salat, puasa,
zakat, haji, dan sebagainya hanya berhenti pada sebatas membayar kewajiban dan
menjadi lambang kesalehan, sedangkan buah dari ibadah yang berdimensi
kepedulian sosial sudah kurang tampak. Dikalangan masyarakat telah terjadi
kesalah pahaman dalam memahami dan menghayati pesan simbolis keagamaan itu.
Akibat dari kesalah pahaman memahami
simbol-simbol keagamaan itu, agama lebih dihayati sebagai penyelamatan individu
dan dan bukan sebagai keberkahan sosial secara bersama. Seoalah Tuhan tidak
hadir dalam problematik sosial kita, kendati
nama- Nya semakin rajin disebut di mana-mana. Agama tidak muncul di
dalam satu kesadaran kritis terhadap situasi aktual. Sekarang, mungkin sudah
saatnya kita mengembangkan indikasi keberagamaan yang agak berbeda dengan yang
kita miliki selama ini. Meningkat nya jumlah orang mengunjungi rumah-rumah
ibadah, berduyun-duyunnya orang pergi haji, dan sering munculnya tokoh-tokoh
dalam acara sosial agama, sebenernya barulah indikasi permukaan saja dalam
masyarakat kita. Indikasi semacam ini tidak menerangkan tentang perilaku
keagamaan yang sesungguhnya, di mana nila-nilai keagamaan menjadi pertimbangan
utama dalam berpikir maupun bertindak oleh individu maupun sosial. Terjadinya
kesenjangan antara cita ideal islam dengan kenyataan yang terjadi dalam
kehidupan sebagaimana telah disebutkan di atas, telah banyak menarik perhatian
para ahli untuk mencoba mencari penyebabnya, dan sekaligus menawarkan
alternatif pemecahannya. Syafi’i Ma’arif misalnya, melihat bahwa penyebabnya
adalah kualitaas keagamaan umat yang masih rendah. Menurut proses islamisasi sesungguhnya secara
kualitatif belum pernah mencapai tingkatnya yang sempurna. Islam begitu jauh
belum lagi mampu menggantikan sepenuhnya kepercayaan-kepercayaan dan
tradisi-tradisi kultural lokal sebagai basis bagi organisasi sosial. Lebih
lanjut ia mengatakan jika perkembangan sosial berlanjut menurut arah ini, maka usaha intelektual yang
sungguh-sungguh dalam menjelaskan dan mesistematisasi kan berbagai aspek ajaran
islam mutlak perlu digalakkan agar umat islam punya kemampuan dalam menghadapi
dan memecahkan masalah-masalah modern yang sedang dihadapi bangsa Indonesia
seperti kemiskinan,ke terbelakangan ekonomi,pertambahan
penduduk,pendidikan,perkembangan politik,dan yang sangat mendesak adalah
masalah keadilan sosio-ekonomi.Timbulnya sikap keberagamaan yang demikian itu
juga bisa dilacak penyebabnya dari cara umat tersebut keliru dalam memahami
Islam. Islam yang muatan ajarannya banyak berkaitan dengan masalah-masalah
sosial sebagaimana diatas ternyata belum dapat diangkat kepermukaan disebabkan
metode dan pendekatan yang kurang konferhensif. Dari segi alat yang digunakan
untuk memahami Islam, misalnya kita melihat cara yang bermacam-macam; antara
satu dan yang lainnya tidak saling berjumpa. Mukti Ali misalnya mengatakan,
jika kita mempelajari cara orang yang mendekati dan memahami islam, maka tampak
tiga cara yang jelas. Tiga pendekatan itu adalah naqli ( tradisional ), yang
kedua adalah pendekatan secara aqli(rasional),dan ketiga adalah pendekatan
secara khasif (mistis). Dalam memahami agama seharusnya ketiga pendekatan
terssebut digunakan secara serempak,bukan terpisah-pisah.
Diketahui islam sebagai agama yang
memilki banyk dimensi, yaitu mulai dari dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi,
polotik,ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah,perdamaian,
sampai pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Untuk memehami
berbagai dimensi ajaran islam jelas memerlukan berbagi pendekatan yang digali
dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam Al-quran yang merupakn sumber ajaran
islam, misalnya dijumpai ayat-ayat tetang proses pertumbuhan dan perkembangan
anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan masalah ini, jelas memerlukan dukungan
ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya untuk membahas ayat-ayat yang berkenaan
dengan tanaman dan tumbuhan jelas memerlukan bantuan ilmu pertanian. Selama ini
islam banyak dipahami dari segi teologis dan normatif. Jika seseorang bernasib
kurang bertunutng misalnya, maka secara teologis hal itu terjadi karena takdir
tuhan, atau karena yang bersangkutan menganut paham teologi
fatalistis(jabariyah). Secara teologis jawaban tersebut boleh jadi benar,
tetapi, hendakny juga dilihat dari sebab-sebabnya dari sudut sosiologis,
historis, coltural dan sebagainya.
Demikian
juga ad asuatu penyimpangan moral seperti masalah pelacuran, hal demikian ini
dinilai sebagai perbuatan haram yang harus diberantas. Padahal dengan
diberantsnya hal tersebut belum tnetu dapat mengatasi masalah, karena masalah
pelacuran juga terkait dengan keimanan yang tipis, kurangannya pengethuan dan
keterampilan, sempitnya lapangan kerja dan lain sebagainya.
Berdasarkan pada permasalahan di
atas, buku ini selain berupaya mendeskripsikan secara umum tentang ruang
lingkup ajaran islam, juga mencoba mengemukakan berbagai metode dan pendekatan
yng dpt digunakan untuk menghasilkan pemahaman islam yang komprehansif. Dengan
cara demikian, seorang muslim selain memiliki wawasan yang menyeluruh dan
integral tentang ajaran islam, juga dapat mengembangkannya. Pemahaman islam
yang demikian itu diharapkan akan mampu merespon berbagi masalah aktual yang
dihadapi dalam kehidupan. Hal yang demikian dilakukan karena pengajaran study
islam yang ada selama ini hanya diarahkan pada terciptanya para lulusan yang
dapat menghafal ajaran agama tetapi tidak mampu mengamalkannya. Buku ini selain
akan mencoba membawa pembaca untuk memiliki wawasan yang utuh dan integral
tentang islam, juga dapat mengembangkannya. Untuk itu masalah metode dan
pendekatan dalam seluruh aspek ajaran islam dikemukakan dalm buku ini.
Selanjutnya buku ini selain
mengemukakan telaah konstruksi teori penelitian agama, berikut berbagai
pendekatan dan teori-teori yang digunakan dengan merujuk pada pakar yang ahli
dalam bidangnnya, juga mengemukakan deskripsi tentang model penelitian tafsir,
hadist, kalam, filsafat, tasawuh, fiqih, polotik, pendidikan islam, sejarah,
pemikiran modern dalam islam, antripologi, dan sosiologi agama. Dengan
penyajian yang demikian itu buku ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam
memahami ajaran islam. Dengan demikian buku ini ,enempati posisi sebagai
pengantar yang diharapkan dapat menujukan dengan jelas tentang bagaimana agama
islam itu di pahami. Berkenaan dengan ini, pemakalah akan menyajikan pembahasan
mengenai pendekatan sosiologis dalam studi Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari
uraian latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu:
1. Apa
pengertian pendekatan?
2. Apa
pengertian sosiologi?
3. Apa
pengertian pendekatan sosiologi?
4. Bagaimana
pendekatan sosiologi memahami agama?
5. Seberapa
pentingnya pendekatan sosiologi dapat memahami agama?
C. TUJUAN PENULISAN
Dari
rumusan makalah yang telah dirumuskan maka,tujuan penulisan yaitu:
1. Untuk
mengetahui pengertian pendekatan,
2. Untuk
mengetahui pengertian sosiologi,
3. Untuk
mengetahui pengertian pendekatan sosiologi,
4. Untuk
mengetahui seberapa pentingnya pendekatan sosiologgi dalam memahami agama,dan
5. Untuk
mengetahui bagaimana pendekatan sosiologi memahami agama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PENDEKATAN SOSIOLOGI
Istilah “Pendekatan” merupakan kata terjemahan dari bahasa inggris, approach. Maksudnya adalah sesuatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan kajian sebuah studi atau penelitian. Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai realitas kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.[1] Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Sementara itu, Soerjono Soekarno mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian[2]. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.[3] Jadi kalau diambil kesimpulan arti dari pendekatan sosiologi tersebut adalah suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat.
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara
manusia yang menguasai hidupnya itu.sosiologi mencoba untuk mengerti sifat dan
maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya
perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang
memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan
hidup manusia.
Sementara
itu Soerjono Soekamto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
membatasi diri terhadap persoalan penilaian.[4]
Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam
arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan
dari proses kehidupan bersama tersebut. Didalam ini juga dibahas tentang
proses-proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat
saja belum cukut untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan
bersama dari manusia. dari dua definisi diatas terlihat bahwa sosiologi adalah
suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan
struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.
Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisa dengan faktor-faktor yang
mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang
mendasari terjadinya proses tersebut.
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. dalam agama Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus dibantu Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama. Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
1. Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
2. Bahwa ditekankannya masalah Muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan) melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3. Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
4. Dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
5. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. dalam agama Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus dibantu Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama. Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
1. Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
2. Bahwa ditekankannya masalah Muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan) melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3. Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
4. Dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
5. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.
Ilmu sosial tidak mudah membuat garis pemisah yang tegas antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lain. Sehingga kesan adanya tumpang tindih sering kali tidak dapat dihindari, termasuk memahami dalam hal ini kajian sosiologi antropologi. Sosiologi berusaha memahami hakekat masyarakat dalam kehidupan kelompok, baik struktur, dinamika, institusi, dan interaksi sosialnya. Antropologi berusaha memahami perilaku manusia (antropos) sesuai latar belakang kepercayaan dan kebudayaannya secara manusiawi (humaniora).
Sosiologi- antropologi saling menunjang dari segi teori maupun konsepnya. Konsentrasi sosiologi pada masyarakatnya, sedangkan konsentrasi antropologi pada kebudayaannya. Antara keduanya jelas-jelas tidak bisa dipisahkan, karena masyarakat dalam kelompok manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Antropologi berusaha masyarakat melalui kebudayaan, semua unsure kebudayaan adalah kelompok manusia sebagai satu-satunya jenis makhluk yang memiliki potensi budaya, agama, mempunyai keyakinan dan pengetahuan untuk menerima dakwah.
B. PRINSIP-PRINSIP SOSIAL
Ranah yang paling penting bagi
penerapkan prinsip-prinsip tersebut sepanjang masa tidak lain adalah ranah
masyarakat sendiri. Baik pada tingkat ritual (al-ibadah) yang berhubungan
langsung dengan rukun Islam, maupun pada tingkat kehidupan sehari-hari, Islam
merupakan suatu ajaran yang terkait langsung dengan kehidupan kolektif dan
sosial, lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa tidak ada pelaksanaan ajaran
agama tujuan adanya keterlibatan personal dalam masyarakat. Berkaitan dengan
prinsip-prinsip sosial maka penulis batasi dengan mengambil makna rukun Islam
secara sosiologis:
Bacaan syahadat yang tersurat dengan dua kalimat syahadat, hakekatnya merupakan ikrar persaksian seseorang yang menyatakan diri sebagai seorang muslim.
Bacaan syahadat yang tersurat dengan dua kalimat syahadat, hakekatnya merupakan ikrar persaksian seseorang yang menyatakan diri sebagai seorang muslim.
“ Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”
1. Persaksian adalah pengakuan
seseorang sebagai pernyataan yang harus dipublikasikan semacam proklamasi diri, agar
masyarakat banyak mengetahui, mengerti dan menerima dirinya sebagai seorang
muslim. Keberagamaan seseorang harus dinyatakan secara terbuka, agar masyarakat
banyak tidak perlu mengajak lagi untuk berpindah agama, atau ada pihak agama
lain yang membujuk seorang muslim menjadi murtad.
2. Ibadah Sholat, yang diwajibkan
lima waktu sehari semalam dengan cara berjama’ah di masjid atau mushola,
kemudian sholat jum’at, seminggu sekali, di sebuah masjid jami’ serta dua hari
raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha setahun sekali, didahului dengan sholat tarawih
dibulan ramadhan, secara sosiologis merupakan manifestasi dan keserasian,
solidaritas, dan integrasi sosial dalam kehidupan masyarakat.
3.
Kewajiban Membayar Zakat, baik zakat
fitrah bagi setiap jiwa muslim maupun zakat mal bagi orang yang kaya; secara
sosiologis keduanya merupakan manifestasi dari solidaritas sosial. Rasa
kemanusiaan yang adil dan bertanggung jawab, kepedulian untuk selalu merasakan
apa yang dirasakan oleh orang lain yang sedang mengalami kesusahan hidup ,
adalah model empati (Verstehen) dalampendekatan sosiologis.
4.
Berpuasa di bulan Ramadhan,
merupakan upaya pengendalian diri dari segala tindakan yang melampaui batas.
Kebebasan untuk memakan makanan yang halal, minum berbagai macam minuman yang
sehat, pada saat berpuasa semuanya dibatasi dan dikendalikan, agar tidak
menimbulkan penyakit over dosis. Puasa yang mengandung makna “imsak” atau rem,
“junnah” atau benteng, pada dasarnya aktivitas ibadah yang dapat memagari diri
seseorang dari berbagai macam godaan iblis durhaka yang selalu menggoda. Nafsu
hewani yang biasanya bersemayam di hati manusia, pada bulan ramadhan
dibersihkan dari berbagai macam makanan yang membahayakan; nafsu keinginan yang
tak pernah berhenti, dikendalikan ibadah puasa; dan nafsu angkara murka yang
berkeliaran dalam pergaulan hidup masyarakat, dipagari agar tidak menerobos
lingkaran norma dan nilai-nilai sosial.
5. Ibadah haji ke tanah suci, menziarahi ka’bah
Baitullah di Masjid Al-Haram Mekkah Al-Munawwaroh dan Makam Rasulullah di
Masjid An-Nabawy di Madinatu al- Munawwaroh, dilakukan oleh ummat Islam yang
mampu fisiknya, material dan moralitasnya. Pelaksanaan thawaf mengelilingi
ka’bah dan sa’i dari bukit Shafa ke Marwah adalah manifestasi dari lingkaran
kehidupan masyarakat yang silih berganti, hidup saling berdampingan dan
bergandengan, diakhiri dengan wukuf bersama di padang Arafah.
Hukum-hukum dan Prinsip-prinsip yang
dapat dimanfaatkan sepenuhnya bagi perumusan masyarakat yang secara identitas
utuh guna menampilkan totalitas kehidupan manusia. Sosiologi ini, karena wawasannya,
harus memasukkan keseluruhan aspek kehidupan fisik dan spiritual ke dalam satu
kesatuan.
C. TUJUAN PENDEKATAN SOSIOLOGI
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami Agama. Hal ini dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat. Apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agam Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penjaga di mesir, dan mengapa dalam tugasnya Nabi Musa harus dibantu oleh Nabi Harun. sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami, karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.
Dalam bukunya yang berjudul Islam
Alternatif,[5]
Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam
hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai
berikut:
1. Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
2. Bahwa ditekankannya masalah Muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan) melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3. Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
4. Dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
5. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.
1. Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
2. Bahwa ditekankannya masalah Muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan) melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3. Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
4. Dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
5. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.
Beberapa uraian paradigma sosiologi
dari pemikir-pemikir Barat;
1. Abdel Rahman Ibn-Khaldun (1332-1406)
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia Afrika, pada tanggal 27 mei 1332 M. Beliau dididik dalam lingkungan keluarga muslim yang berhasil menguasai ilmu Al-Qur’an, Matematika dan sejarah. Beliau dipercaya oleh sultan Tunis menjadi konsul di kedutaan Besar Marocco. Setelah mengabdikan diri dalam aktifitas politik pemerintahan, beliau kembali ke negaranya mengembangkan ilmu.
Dalam konsep sosiologinya, Ibnu Khaldun berkeyakinan bahwa fenomena sosiologi mengikuti hukum-hukum alam yang berlaku pada masyarakat dan tidak bisa dimodifikasi secara signifikan oleh individu-individu yang terisolasi. Inti Sosiologi Ibnu Khaldun senada dengan Durkheim ditemukan dalam konsep “Solidaritas Sosial” yang disebut dengan teori “ashabiyah”, yakni konsep kebersamaan dan kekeluargaan sebagai aslinya sifat masyarakat yang berbeda-beda, tetapi hakekatnya bisa bersatu karena saling membutuhkannya. Menurut Ibnu Khaldun tidak ada individu yang bisa hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain untuk hidup bersama.
2. August Comte (1798-1857)
August Comte dilahirkan di kota Montpelier Prancis, pada tanggal 19 Januari 1798 M. August Comte adalah pelopor kelahiran ilmu sosiologi melalui pendekatan structural fungsional, yang mempelajari masyarakat dari segi struktur fungsional yang mempelajari masyarakat dari segi struktur, strata, dan dinamika sosialnya. Sebagai tokoh evolusionis positivism, comte menegaskan masyarakat ibarat organism hidup yang dinamis. August Comte menggambarkan bahwa proses berfikir manusia dalam menafsirkan dunia dengan segala isinya berkembang secara evolusi, melalui tahapan religius, metafisika dan positifisme. Dari konsep ini terwujudlah perubahan sosial masyarakat baru, berdasarkan kenyataan empiris hasil pemikiran rasional, dan pada akhirnya akan mencapai tingkat integrasi yang lebih besar.
3. Emile Durkheim (1858-1917)
Emile Durkheim dilahirkan pada tanggal 15 april 1858 di Epinal Prancis, suatu perkampungan kecil orang-orang Yahudi, bagian Timur Perancis, agak terpencil dari masyarakat luas. Ayah Durkheim adalah seorang Rabbi, tokoh agama Yahudi (setingkat ulama dalam Islam atau pendeta dalam agama Kristen). Durkheim sendiri karena pengalaman mistiknya, ia menyimpang dari ajaran Yahudi, dan sementara menjadi penganut Khatolik, akibat pengaruh gurunya. Setelah itu ia meninggalkan khatolik dan menjadi orang yang tidak mau tahu dengan agama (agnostic). Meskipun demikian, selama hidupnya ia sangat memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan moralitas masyarakat. Dalam pandangannya dikemudian hari Durkheim berkeyakinan bahwa nilai-nilai moral itulah hakekatnya yang menjadi standar bagi terwujudnya solidaritas dan integrasi sosial yang sangat membantu mempersatukan masyarakat.
D.
PERKEMBANGAN HISTORIS PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu
Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan.
Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang
berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte
(1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi
dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sosiologi mempelajari
masyarakat meliputi gejala-gejala social, struktur sosial, perubahan sosial dan
jaringan hubungan atau interaksi manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. .
Sosiologi memiliki berbagai paradigma untuk mengkaji suatu masalah, sehingga sosiologi merupakan ilmu sosial yang berparadigma ganda. Adapun struktur paradigma didalam sosiologi adalah sebagai berikut.
Paradigma sosiologi lahir dari teori-teori sosiolog dari masa klasik hingga era modern ini. Menurut Thomas khun mengatakan bahwa paradigma sosiologi berkembang secara revolusi bukan secara kumulatif seperti pendapat sosiolog sebelumnya. Khun menyekemakan munculnya paradigm sebagai berikut:
Paradigma I→ Normal Science→ Anomalies→ Crisis→ Revolusi→ Paradigma II
Sehingga paradigm sosiologi dapat berkembang sesuai dengan fakta sosial. Pradigma ini lah yang akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji studi islam, dalam pengkajian studi islam peneliti bebas memilih paradigma yang ada didalam sosiologi untuk mengkaji masyarakat islam. George Ritzer mengetengahkan bahwa paradigma-paradigma dalam sosiologi walaupun hasilnya berbeda namun tidak ada perselisihan diantara paradigm tersebut selama masih sejalan dengan hukum ilmiah. Meskipun begitu umumnya paradigma itu memiliki keunggulan pada masing-masing masalah yang dikajinya .
Dalam sosiologi ada pranata sosial, pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan mengenai aktivitas masyarakat, sementara sosial secara sederhana adalah masyarakat. Jadi dapat disimpulkan pranata sosial adalah himpunan kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang dipahami, dihargai, dan ditaati oleh warga masyarakat dan bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat . Pelapisan sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam tatanan atau urutan secara bertingkat atau hierarki. Dalam islam sendiri terdapat pelapisan masyarakat hal itu dapat dipelajari melalui wujud pelapisan masyarakat seperti:
1. Tingggi-rendah
2. Bangsawan-rakyat biasa
3. Superior-inferior
4. Unggul-biasa
5. Priyayi-wong cilik dan semacamnya
Munculnya pelapisan sosial karena adanya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, yakni harta benda, ilmu pengetahuan, kekuasaan, keturunan keluarga terhormat, kesalehan dalam agama, dan semacamnya. Ada beberapa teori tentang munculnya lapisan-lapisan dalam masyarakat, yakni:
• Terjadi dengan sendirinya (otomatis), misalnya lapisan berburu karena kepandaian berburu hewan, atau misalnya seorang dermawan yang dihormati oleh masyarakat.
• Sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu, yang sering disebut pembagian kerja, tanggung jawab, dan sebagainya. Misalnya dalam organisasi. Organisasi dalam berbisnis, politik, pendidikan, pemerintahan, dan lainnya.
Sifat sistem lapisan dalam masyarakat ada dua, yakni:
1. Tetutup, yakni tidak memberikan kesempatan atau kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain. contohnya adalah kasta dalam masyarakat Hindu, keturunan bangsawan atau darah biru, dan semacamnya.
2. Terbuka, yakni memungkinkan seseorang untuk berpindah dari satu lapisan ke lapisan yang lain.
Adapun faktor yang dapat dijadikan titi tolak mencapai kesamaan derajat adalah adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia. Sementara faktor-faktor yang membedakan elit dan massa adalah, kekayaan, kedudukan, ilmu penegtahuan, kekuasaan, kehormatan, dan sebagainya. Sedangkan kelas menurut Karl Marx adalah ditentukan oleh faktor ekonomi. Kelas pemilik tanah atau alat-alat produksi dinamakan kaum borjuis. Sedangkan pemilik tenaga untuk disumbangkan disebut kaum buruh atau kaum proletar.
Stereotip adalah gambaran tertentu mengenai sifat seseorang atau sekelompok orang yang bersifat negatif, yang pembentukannya didasarkan pada generalisasi sehingga sifatnya subjektif. Lebih jauh lagi stereotif adalah produk dari proses interaksi antar kelompok etnis atau yang terdapat dalam masyarakat yang di dalamnya ada kelompok mayoritas dan minoritas. Faktor-faktor yang memengaruhi stereotif dan prasangka adalah:
Kepribadian. Contohnya orang yang mempunyai kepribadian otoriter mudah mempunyai prasangka.
Pengaruh pendidikan orang tua terhadap anak.
Status, pada umumnya semakin tinggi dan baik tingkat pendidikan seserang, maka semakin sedikit prasangka dan stereotip.
Peranan sarana komunikasi, seperti, filem, radio, surat kabar, dll.
Peranan hubungan
Sosiologi memiliki berbagai paradigma untuk mengkaji suatu masalah, sehingga sosiologi merupakan ilmu sosial yang berparadigma ganda. Adapun struktur paradigma didalam sosiologi adalah sebagai berikut.
Paradigma sosiologi lahir dari teori-teori sosiolog dari masa klasik hingga era modern ini. Menurut Thomas khun mengatakan bahwa paradigma sosiologi berkembang secara revolusi bukan secara kumulatif seperti pendapat sosiolog sebelumnya. Khun menyekemakan munculnya paradigm sebagai berikut:
Paradigma I→ Normal Science→ Anomalies→ Crisis→ Revolusi→ Paradigma II
Sehingga paradigm sosiologi dapat berkembang sesuai dengan fakta sosial. Pradigma ini lah yang akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji studi islam, dalam pengkajian studi islam peneliti bebas memilih paradigma yang ada didalam sosiologi untuk mengkaji masyarakat islam. George Ritzer mengetengahkan bahwa paradigma-paradigma dalam sosiologi walaupun hasilnya berbeda namun tidak ada perselisihan diantara paradigm tersebut selama masih sejalan dengan hukum ilmiah. Meskipun begitu umumnya paradigma itu memiliki keunggulan pada masing-masing masalah yang dikajinya .
Dalam sosiologi ada pranata sosial, pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan mengenai aktivitas masyarakat, sementara sosial secara sederhana adalah masyarakat. Jadi dapat disimpulkan pranata sosial adalah himpunan kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang dipahami, dihargai, dan ditaati oleh warga masyarakat dan bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat . Pelapisan sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam tatanan atau urutan secara bertingkat atau hierarki. Dalam islam sendiri terdapat pelapisan masyarakat hal itu dapat dipelajari melalui wujud pelapisan masyarakat seperti:
1. Tingggi-rendah
2. Bangsawan-rakyat biasa
3. Superior-inferior
4. Unggul-biasa
5. Priyayi-wong cilik dan semacamnya
Munculnya pelapisan sosial karena adanya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, yakni harta benda, ilmu pengetahuan, kekuasaan, keturunan keluarga terhormat, kesalehan dalam agama, dan semacamnya. Ada beberapa teori tentang munculnya lapisan-lapisan dalam masyarakat, yakni:
• Terjadi dengan sendirinya (otomatis), misalnya lapisan berburu karena kepandaian berburu hewan, atau misalnya seorang dermawan yang dihormati oleh masyarakat.
• Sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu, yang sering disebut pembagian kerja, tanggung jawab, dan sebagainya. Misalnya dalam organisasi. Organisasi dalam berbisnis, politik, pendidikan, pemerintahan, dan lainnya.
Sifat sistem lapisan dalam masyarakat ada dua, yakni:
1. Tetutup, yakni tidak memberikan kesempatan atau kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain. contohnya adalah kasta dalam masyarakat Hindu, keturunan bangsawan atau darah biru, dan semacamnya.
2. Terbuka, yakni memungkinkan seseorang untuk berpindah dari satu lapisan ke lapisan yang lain.
Adapun faktor yang dapat dijadikan titi tolak mencapai kesamaan derajat adalah adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia. Sementara faktor-faktor yang membedakan elit dan massa adalah, kekayaan, kedudukan, ilmu penegtahuan, kekuasaan, kehormatan, dan sebagainya. Sedangkan kelas menurut Karl Marx adalah ditentukan oleh faktor ekonomi. Kelas pemilik tanah atau alat-alat produksi dinamakan kaum borjuis. Sedangkan pemilik tenaga untuk disumbangkan disebut kaum buruh atau kaum proletar.
Stereotip adalah gambaran tertentu mengenai sifat seseorang atau sekelompok orang yang bersifat negatif, yang pembentukannya didasarkan pada generalisasi sehingga sifatnya subjektif. Lebih jauh lagi stereotif adalah produk dari proses interaksi antar kelompok etnis atau yang terdapat dalam masyarakat yang di dalamnya ada kelompok mayoritas dan minoritas. Faktor-faktor yang memengaruhi stereotif dan prasangka adalah:
Kepribadian. Contohnya orang yang mempunyai kepribadian otoriter mudah mempunyai prasangka.
Pengaruh pendidikan orang tua terhadap anak.
Status, pada umumnya semakin tinggi dan baik tingkat pendidikan seserang, maka semakin sedikit prasangka dan stereotip.
Peranan sarana komunikasi, seperti, filem, radio, surat kabar, dll.
Peranan hubungan
E. KARAKTERISTIK PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Dalam displin ilmu sosiologi agama,
terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan sebagai
perspektif utama sosiologi yang seringkali digunakan sebagai landasan dalam
melihat fenomena keagamaan di masyarakat. Di antara pendekatan itu yaitu: perspektif
fungsionalis, pertukaran, interaksionisme simbolik, konflik, teori penyadaran
dan ketergantungan. Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik
sendiri-sendiri bahkan bisa jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam
melihat suatu fenomena keagamaan akan menghasilkan suatu hasil yang saling
bertentangan. Pembahasan berikut ini akan memaparkan bagaimana keempat
perspektif tersebut dalam melihat fenomena keagamaan yang terjadi di
masyarakat.
1.
Fungsionalisme
Teori fungsionalisme disebut juga teori strukturalisme fungsional. Fungsionalisme merupakan teori yang menekankan bahwa unsur-unsur di dalam suatu masyarakat atau kebudayaan itu saling bergantung dan menjadi kesatuan yang berfungsi sebagai doktrin atau ajaran yang menekankan manfaat kepraktisan atau hubungan fungsional.
Durkheim tertarik kepada unsur-unsur solidaritas masyarakat. Dia mencari prinsip yang mempertalikan anggota masyarakat. Ia menyatakan agama harus mempunyai fungsi, agama bukan ilusi, tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial, bagi Durkheim agama memainkan peranan yang fungsional, karena agama adalah prinsip solidaritas masyarakat.
Teori fungsionalisme disebut juga teori strukturalisme fungsional. Fungsionalisme merupakan teori yang menekankan bahwa unsur-unsur di dalam suatu masyarakat atau kebudayaan itu saling bergantung dan menjadi kesatuan yang berfungsi sebagai doktrin atau ajaran yang menekankan manfaat kepraktisan atau hubungan fungsional.
Durkheim tertarik kepada unsur-unsur solidaritas masyarakat. Dia mencari prinsip yang mempertalikan anggota masyarakat. Ia menyatakan agama harus mempunyai fungsi, agama bukan ilusi, tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial, bagi Durkheim agama memainkan peranan yang fungsional, karena agama adalah prinsip solidaritas masyarakat.
2.
Konflik
Perspektif konflik dalam kajian sosiologi bersumber pada ide-ide yang dilontarkan oleh Kal Marx seputar masalah perjuangan kelas. Kemudian diikuti tokoh-tokoh lain yang ikut memberikan kontribusi besar dalam membangun atau memantapkan teori konflik antara lain Charles Darwin, Vifredo Pareto dan Ralf Dahredorf. Kata konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan, teori konflik ini mengasumsikan bahwa masyarakat terdiri dari kelompok yang memiliki kepentingan satu sama lain.[6] Mereka selalu bersaing untuk mewujudkan hasrat dan kepentingan mereka. Sehingga seringkali bermuara pada terjadinya konflik antara satu komunitas masyarakat dengan komunitas lain.
Berlawanan dengan perspektif fungsional yang melihat keadaan normal masyarakat sebagai suatu keseimbangan yang mantap, para penganut perspektif konflik berpandangan bahwa masyarakat berada dalam konflik dan pertentangan dipandang sebagai determinan utama alam pengorganisasian kehidupan sosial sehingga struktur dasar masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas yang akan memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Menurut Lewis Coser, ketika terjadi konflik antara satu komunitas dengan komunitas lain, hubungan di antara anggota komunitas cenderung integratife, sekalipun sebelumnya terjadi konflik. Sebaliknya jika tidak ada konflik antar komunitas, terdapat kecenderungan diistegrasi. Tidak ada rasa senasib, rasa bersama, dan solidaritas antar anggota.
Perspektif konflik dalam kajian sosiologi bersumber pada ide-ide yang dilontarkan oleh Kal Marx seputar masalah perjuangan kelas. Kemudian diikuti tokoh-tokoh lain yang ikut memberikan kontribusi besar dalam membangun atau memantapkan teori konflik antara lain Charles Darwin, Vifredo Pareto dan Ralf Dahredorf. Kata konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan, teori konflik ini mengasumsikan bahwa masyarakat terdiri dari kelompok yang memiliki kepentingan satu sama lain.[6] Mereka selalu bersaing untuk mewujudkan hasrat dan kepentingan mereka. Sehingga seringkali bermuara pada terjadinya konflik antara satu komunitas masyarakat dengan komunitas lain.
Berlawanan dengan perspektif fungsional yang melihat keadaan normal masyarakat sebagai suatu keseimbangan yang mantap, para penganut perspektif konflik berpandangan bahwa masyarakat berada dalam konflik dan pertentangan dipandang sebagai determinan utama alam pengorganisasian kehidupan sosial sehingga struktur dasar masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas yang akan memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Menurut Lewis Coser, ketika terjadi konflik antara satu komunitas dengan komunitas lain, hubungan di antara anggota komunitas cenderung integratife, sekalipun sebelumnya terjadi konflik. Sebaliknya jika tidak ada konflik antar komunitas, terdapat kecenderungan diistegrasi. Tidak ada rasa senasib, rasa bersama, dan solidaritas antar anggota.
3.
Interaksionisme
Simbolik
Manusia pada intinya senang dengan simbil-simbol. Bila di suatu tempat tumbuh dan berkembang komunitas, pada saat yang sama akan tumbuh simbol-simbol yang dipahami bersama. Simbol diwujudkan dalam bentuk bahasa baik verbal maupun isyarat, budaya, seni dan lain-lain. Ritus keagamaan dalam perspektif ini dipandang sebagai simbol yang menjadi ciri khas sebuah komunitas.
Masing-masing komunitas memiliki perangkat simbol. Karena itu, antara suatu komunitas dengan komunitas lain atau antara anggota komunitas dengan anggota lainnya akan terjadi interaksi, satu sama lain menunjukkan simbol yang mereka miliki. Karena itu, perspektif ini disebut interaksionisme simbolik. Struktur dan realitas sosial terbentuk akibat adanya interaksi simbol. Cara-cara keberagamaan seseorang terbentuk akibat interaksi simbol.
Manusia pada intinya senang dengan simbil-simbol. Bila di suatu tempat tumbuh dan berkembang komunitas, pada saat yang sama akan tumbuh simbol-simbol yang dipahami bersama. Simbol diwujudkan dalam bentuk bahasa baik verbal maupun isyarat, budaya, seni dan lain-lain. Ritus keagamaan dalam perspektif ini dipandang sebagai simbol yang menjadi ciri khas sebuah komunitas.
Masing-masing komunitas memiliki perangkat simbol. Karena itu, antara suatu komunitas dengan komunitas lain atau antara anggota komunitas dengan anggota lainnya akan terjadi interaksi, satu sama lain menunjukkan simbol yang mereka miliki. Karena itu, perspektif ini disebut interaksionisme simbolik. Struktur dan realitas sosial terbentuk akibat adanya interaksi simbol. Cara-cara keberagamaan seseorang terbentuk akibat interaksi simbol.
4.
Pertukaran
Salah satu yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial keagamaan, seperti perubahan dan perilaku sosial ialah teori pertukaran. Menurut teori pertukaran tiada lain ialah melakukan pertukaran yang saling menguntungkan satu sama lain. Menurut perspektif pertukaran, manusia selalu melakukan transaksi sosial yang saling menguntungkan, baik keuntungan materi maupun non materi.
Teori pertukaran dapat dijadikan pendekatan untuk menganalisis realitas dan perubahan sosial. Keberadaan suatu komunitas dalam berhubungan dengan komunitas lain atau hubungan antara dalam suatu komunitas akan berlangsung sampai pada suatu titik dimana satu sama lain merasa puas. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sebuah komunitas muslim dapat dipandang dari perspektif pertukaran.
Salah satu yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial keagamaan, seperti perubahan dan perilaku sosial ialah teori pertukaran. Menurut teori pertukaran tiada lain ialah melakukan pertukaran yang saling menguntungkan satu sama lain. Menurut perspektif pertukaran, manusia selalu melakukan transaksi sosial yang saling menguntungkan, baik keuntungan materi maupun non materi.
Teori pertukaran dapat dijadikan pendekatan untuk menganalisis realitas dan perubahan sosial. Keberadaan suatu komunitas dalam berhubungan dengan komunitas lain atau hubungan antara dalam suatu komunitas akan berlangsung sampai pada suatu titik dimana satu sama lain merasa puas. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sebuah komunitas muslim dapat dipandang dari perspektif pertukaran.
BAB III
KESIMPULAN
Pendekatan sosiologis dalam
bidang studi Islam adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu
bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini
Jamaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan
berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran
sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan
apakah penelitian agama itu, penelitian ilmu sosial, penelitian legalistis,
atau penelitian filosofis. Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada
agama. Agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis, melainkan agama
dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh
karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban
manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya.
Paradigma sosiologi lahir dari teori-teori sosiolog dari masa klasik hingga era modern ini. Menurut Thomas khun mengatakan bahwa paradigma sosiologi berkembang
Paradigma sosiologi lahir dari teori-teori sosiolog dari masa klasik hingga era modern ini. Menurut Thomas khun mengatakan bahwa paradigma sosiologi berkembang
secara revolusi bukan secara kumulatif
seperti pendapat sosiolog sebelumnya. Khun menyekemakan munculnya paradigm
sebagai berikut:
Paradigma I→ Normal Science→ Anomalies→ Crisis→ Revolusi→ Paradigma II
Dalam displin ilmu sosiologi agama, terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan sebagai perspektif utama sosiologi yang seringkali digunakan sebagai landasan dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat. Di antara pendekatan itu yaitu: perspektif fungsionalis, pertukaran, interaksionisme simbolik, konflik, teori penyadaran dan ketergantungan. Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik sendiri-sendiri bahkan bisa jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena keagamaan akan menghasilkan suatu hasil yang saling bertentangan
Paradigma I→ Normal Science→ Anomalies→ Crisis→ Revolusi→ Paradigma II
Dalam displin ilmu sosiologi agama, terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan sebagai perspektif utama sosiologi yang seringkali digunakan sebagai landasan dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat. Di antara pendekatan itu yaitu: perspektif fungsionalis, pertukaran, interaksionisme simbolik, konflik, teori penyadaran dan ketergantungan. Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik sendiri-sendiri bahkan bisa jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena keagamaan akan menghasilkan suatu hasil yang saling bertentangan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufiq dan M. Rusli (Ed.),
Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogyakarta, 1990), cet. II.
Shadily, Hasan, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), ce. I
Soekanto, Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1982), cet. I.
Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori Dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)
Nata, Abuddin, MA, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), cet. I.
http://www.surgamakalah.com/2011/12/pendekatan-sosiologis-dalam-metodologi.html
http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/09/pengkajian-studi-islam-dengan.html
Shadily, Hasan, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), ce. I
Soekanto, Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1982), cet. I.
Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori Dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)
Nata, Abuddin, MA, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), cet. I.
http://www.surgamakalah.com/2011/12/pendekatan-sosiologis-dalam-metodologi.html
http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/09/pengkajian-studi-islam-dengan.html
[1] Jamaluddin
rahmat ,Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial,(Jakarta:Paramimadina,1995),Cet.
1, hlm. 9-10
[2] Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar, (Jakarta:CV Rajawali,1982)cet. 1, hlm. 18 dan 53.
[4]
Ibid,hlm 38-39
[5]
Ibid, Hlm 9-10
[6] Charles Darwin, Vifredo Pareto dan
Ralf Dahredorf,Agama dan Masyarakat,Suatu Pengantarsosiologi(Jakarta:
C.V. Rajawali,1985),cet. 1, hlm. 37.
Blogger Comment
Facebook Comment